Dua kali kecelakan KA besar di daerah bintaro hingga banyak yang berspekulasi ada unsur mistis atau faktor gaib alias hantu bintaro yang menjadi penyebab utama kecalakaan maut ini.
Suasana di lokasi tabrakan antara KRL jurusan Serpong-Tanah Abang dengan truk tangki pembawa bahan bakar di pelintasan Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2013). Akibat kecelakaan tersebut korban meninggal dunia sementara 5 orang serta puluhan lainnya luka bakar dan ringan. (Tribunnews/Yudie Thirzano)
Masih ingat peristiwa mengerikan kecelakaan kereta di Bintaro pada 19 Oktober 1987 yang menewaskan 156 orang dan 300 orang terluka? Lokasi kecelakaan peristiwa yang kini dikenang sebagai Bintaro 1 itu ternyata tak jauh dari kecelakaan KRL Commuter Line pada Senin (9/12/2013) siang yang menewaskan sedikitnya enam orang dan 85 orang terluka.
Dua saksi mata pada peristiwa Bintaro I (Tahun 1987) dan Bintaro II (2013) mengungkapkan kesaksiannya kepada Tribunnews.com.
Adalah Pamuji (48), petugas penjaga pintu perlintasan kereta Pesangrahan, Bintaro atau lokasi persisnya kecelakaan kereta BintaroII.
Pamuji menyebut, peristiwa tragis kecelakaan dua kereta pada 26 tahun lalu di Bintaro, lokasinya hanya berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kecelakaan kereta pada Senin (9/12/2013) siang.
"Lokasi kejadian Bintaro tahun 1987 hanya sekitar 500 meter dari lokasi kejadian tadi siang,"ujar Pamuji kepada Tribunnews.com.
Pamuji yang mengawali karirnya di PT.Kereta Api Indonesia (KAI) sejak 1986 lalu itu juga merupakan saksi kasus tragedi Bintaro Tahun 1987. 26 tahun lalu ia merupakan salah satu petugas PT.KAI yang membantu pengevakuasian mayat-mayat korban tragedi Bintaro.
Dan kini Pamuji bertugas menjadi penjaga pintu perlintasan maut tersebut. Senin siang sebenarnya Pamuji sempat sempat berlari keluar pos penjagaannya saat menyaksikan truk tangki Pertamina "nyelonong" masuk ke perlintasan walaupun sirine penanda kereta lewat sudah dinyalakan. Ia makin panik ketika menyaksikan truk tangki bernomor Polisi B-9265-SEH berhenti di tengah jalur.
Ditemui di Polsek Metro Pesanggrahan, Senin (09/12/2013), Pamuji mengaku ia langsung berlari menghampiri truk itu sembari mengibar-ngibarkan bendera merah. Ia berharap truk itu mundur. Namun karena truk yang dikemudikan Chosimin (44) dan dikeneki Mudjiono (44) itu sudah masuk terlalu jauh ia pun meminta sang supir truk untuk terus melaju, ia arahkan bendera merah itu ke arah Tanah Kusir.
"Saya tidak tahu itu mesin mobil mati atau tidak, yang pasti mobil itu berhenti di tengah jalur. Lalu kereta datang," katanya.
Dengengan kecepatan sekitar 70 kilometer perjam ular besi yang sarat penumpang itu menghantam truk tersebut, hingga menyebabkan bahan bakar yang dibawa truk itu meledak dengan suara yang memekakan telinga.
KRL jurusan Serpong - Tanah Abang bernomor 1131 itu pun berhenti setelah menyeret truk itu sejauh sekitar sepuluh meter. Seperempat gerebong paling depan hangus terbakar. Gerbong itu dan gerbong di belakangnya pun rubuh ke arah kanan. Tragedi Bintaro pada tahun 1987 lalu yang menewaskan 156 orang pun seperti terulang.
Riki, (51), salah seorang penumpang di gerbong dua KRL 1131 juga merupakan saksi tragedi Bintaro. Riki mengatakan 26 tahun lalu ia tinggal di Pondok Betung, Tangerang Selatan, yang lokasinya tidak begitu jauh dari tabrakan dua kereta itu. Kini setelah 26 tahun berlalu di lokasi yang tidak jauh berbeda, ia dan istrinya Animissa (50) harus menjadi korban kecelakaan kereta.
Beruntung keduanya tidak mengalami luka. Riki sempat terjembab ke lantai saat tabrakan berlangsung, sedangkan istrinya masih berada di bangku. Keduanya bisa lolos dari kecelakaan maut itu tanpa luka sedikit pun.
Kaca terpecah secara misterius
Nengsih (50) salah satu korban selamat tabrakan KRL Serpong-Tanah Abang dengan truk tangki BBM yang menerobos palang perlintasan kereta di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan bercerita detik-detik saat dirinya diselamatkan. Warga Ciputat itu dievakuasi ke SD Bintaro Komplek, dekat lokasi kejadian.
"Pada mau mecahin kaca enggak bisa. Terus ada yang mecahin dari luar. Kalau enggak dipecahin mati semua itu," ujar Nengsih saat ditemui di salah satu lokasi evakuasi di SD Bintaro Komplek, Jakarta Selatan, Senin (9/12/2013).
"Itu kereta udah miring. Banyak asep sama suara 'kretek-kretek' kayak api ngebakar gitu," sambungnya.
Nengsih mengatakan, orang-orang di dalam gerbong panik. Kondisi penumpang bergeletakan, sebagian sadar dan lainnya pingsan. Saat dirinya keluar dari gerbong melalui jendela yang kacanya dipecahkan, kakinya terkilir.
Tak berapa lama, Hermansyah, anak bungsau Nengsih datang menjemput. Dirinya mengaku melihat kabar kecelakaan itu dari televisi.
"Lihat dari TV. Ibu saya telepon terus mati. Ditelepon lagi suaranya perempuan terus mati. Ditelepon lagi suara laki-laki, katanya ibu saya di SD Bintaro, langsung saya buru-buru ke sini," kata warga Palmerah itu.
Hermansyah bersyukur ibunya tidak mengalami luka serius. Dirinya mengatakan, ibunya dalam perjalanan di KRL itu untuk berkunjung ke rumahnya di daerah Palmerah Barat.