Komando pasukan khusus atau lebih dikenal dengan sebutan Kopassus dengan ciri khas Baret Merah, Pisau Komando dan loreng darah mengalir. Kopassus memiliki prajurit yang memilki kemampuan dan keterampilan khusus di bidang metal, fisik, taktik dan tehnik untuk melaksanakan operasi khusus terhadap sasaran yang bersifat strategis terpilih.
Kesatuan ini telah mampu berprestasi memberantas pemberontak DI/TII, PRRI, Permesta, Pembebasan Irian Barat, menumpas pemberontakan komunis, membebasakan sandera di pesawat Woyla Don Muang Bangkok, pembebasan sandera peneliti Tim Loren di Mapenduma Iraian Jaya, menumpas gerakan pengacau keamanan di bumi Nusantara dan ikut serta partisifasi dalam pembebasan sandera di KM.Sinar Kudus serta penugasan-penugasan misi perdamaian di luar negeri merupakan bukti konsistensi pengabdian "Korps Baret Merah" sesuai Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan Janji Prajurit Komando.
Kopassus merupakan satuan yang bercirikan daya gerak, daya tempur dan daya tembak yang tinggi. Mampu beroperasi dengan tidak tergantung pada waktu, tempat, cuaca atau kondisi medan yang bagaimanapun sulitnya di 3 matra (darat,laut maupun udara). Sebagai satuan khusus, Kopassus memiliki spesialisasi-spesialisasi kemampuan sesuai dengan bidang tugasnya.
Markas Komando di Cijantung Jakarta Timur merupakan pusat pengambilan keputusan yang secara cepat dapat diterusan ke Grup-Grup operasional,
Grup-1 Kopassus
Grup 1 Kopassus merupakan operator utama pertempuran konvensional maupun nonkonvensional. Terutama prinsip-prinsip unconventional warfare, sudah jadi menu utama prajurit begitu memasuki Pusdik Passus (Pusat Pendidikan Pasukan Khusus) di Batujajar, Jawa Barat. Nyaris semua materi pendidikan terfokus kepada pembentukan prajurit individu. Ujung dari pendidikan tujuh bulan itu adalah empat tugas pokok Parako: raid, perebutan cepat, penyekatan dan patroli jarak jauh.
Selain sadar dengan bentuk tugas, setiap prajurit Grup I juga amat mengerti resiko yang bakal dihadapi. Pola operasi yang tidak lazim, bergerak dalam tim-tim kecil berkekuatan 10 orang serta lebih banyak mengendap di kegelapan malam, memang bukanlah sebuah operasi yang mudah. Tak jarang pula kemenangan hams ditebus dengan menyabung nyawa demi loyalitas terhadap sesama.
Sudahlah dalam jumlah kecil, dari segi persenjataan juga terbatas. Hanya senapan serbu SS1 (satu orang dengan peluncur granat M203 kaliber 40 milimeter) dan dua pilihan senapan mesin: Ultimax 100 dan Minimi, keduanya kaliber 5,56 milimeter. “Kopassus beroperasi dalam misi khusus dengan kerahasiaan tinggi, terlalu banyak senjata malah merepotkan, tidak efektif untuk alam Indonesia yang berhutan,” jelas seorang prajurit.
Pengintaian jarak jauh (long range reconnaissance) adalah jenis operasi yang berbahaya. Banyak sisi pada operasi macam ini bisa jadi buah simalakama. Lamanya waktu pengintaian tidak hanya menyita tenaga tapi juga mental. Kadang resiko bisa jadi sangat tidak terbayangkan. Kita masih ingat ketika 11 Green Berets menghilang saat melakukan misi pengintaian dan sabotase di Irak, 11 Maret 1991. Bebalnya para jenderal di Pentagon kala itu, tidak memasukkan nama-nama mereka dalam daftar MIA (missing in action). Bahkan mendiskusikan nasib mereka pun, lidah mereka kelu.
Sebagai sebuah satuan tempur setingkat brigade, Grup I yang dipelopori Mayor Inf. L.B. Moerdani tentu tidak mau bertindak konyol. Untuk itulah perencanaan, penguasaan medan, keakuratan data, kesiapan fisik, mental dan amunisi hams diperhitungkan matang. Dalam kondisi terparah, tak jarang pula mereka mengejar musuh dengan kesiapan serba terbatas. Disinilah peran perwira atau bintara senior. Baik dalam menyiapkan atau memberikan keyakinan kepada anggotanya.
Yang makin meneguhkan Grup I sebagai brigade pasukan khusus, adalah sarana dan prasarana markas yang teramat lengkap. Mulai dari sarana perkantoran, latihan, sosial dan rekreasi, tersedia dan terawat rapi di komplek seluas 234 hektar itu. Penting dicatat, semua berada di dalam markas bukan di area publik. Walau masih jauh dari ideal, mengingatkan kepada konsep Fort di AD Amerika Serikat. Di Indonesia, katanya Grup I jadi percontohan. Dimana fasilitas militer tidak berbaur dengan kehidupan sipil.
Grup-2 Kopassus
grup 2 berlokasi di Kartasura, Jawa Tengah merupakan Satuan Para Komando yang mempunyai kemampuan masuk dan meninggalkan daerah lawan dengan kecepatan dan pendadakan yang tinggi, menggunakan berbagai sarana dan dalam kondisi medan bagaimanapun sulitnya untuk melumpuhkan serta menghancurkan sasaran yang ditargetkan dengan taktik dan tehnik bertempur yang dimilki seperti operasi Komando, Raid, Gerilya lawan Greilya serta dapat mengambil bagian dalam operasi Lintas Udara, Mobilitas Udara dan operasi Amphibi.
Grup-2 Kopassus sendiri merupakan bagian terpenting dari sejarah Kopassus. Sebelum 1960, Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) hanya terdiri dari empat kompi. Lantaran banyaknya basis PKI di Jawa Tengah, maka RPKAD membentuk pasukan setingkat grup. Tahun 1960, terbentuk Batalyon-2 yang terdiri dari empat kompi yang bermarkas di Tuguran, Magelang.
Batalyon-2 sempat dibubarkan pada 1964 sebelum dibentuk kembali tahun 1965 dan tetap bermarkas di Tuguran Magelang. Setelah pemberontakan PKI tahun 1965, Batalyon-2 berubah menjadi Grup-2 RPKAD yang banyak menumpas anggota PKI di Jawa Tengah.
Selanjutnya, 12 Februari 1966 Menparkoad atau Resimen Para Komando Angkatan Darat berubah nama menjadi Puspassuad atau Pusat Pasukan Khusus Angkatan Darat. Akibat perubahan itu, Batalyon-2 bertugas melakukan Para Komando dan Sandi Yudha. Selain itu, terjadi peningkatan dari batalyon menjadi grup yang membawahi dua detasemen tempur, yakni Den-21 dan Den-22.
Pada 17 Februari 1971, kembali terjadi perubahan nama menjadi Komando Pasukan Sandi Yudha Angkatan Darat. Praktis Grup-2 menjadi Grup-2 Kopassandha. Markas pun ikut pindah dari Tuguran di Magelang ke Kartasura.
Pada Desember 1986, nama Kopassandha berubah menjadi Kopassus. Grup-2 sendiri ketika itu terdiri dari terdiri dari dua batalyon. Batalyon-21 bermarkas di Kartasura dan Batalyon-22 di Cijantung. Pada tahun 2002, grup-2 bertambah satu batalyon, yakni Batalyon-23.
Dhuaja Grup-2 sendiri berbunyi "Dwi Dharma Bhirawa Yudha" yang kurang lebih berarti 'kesatuan kedua Kopassus yang terdiri dari prajurit yang siap menghadapi perang'. prajurit Grup-2 memiliki beberapa kemampuan para komando dan intelijen.
Khusus kemampuan Para Komando, anggota Grup-2 mempunyai kemampuan masuk dan meninggalkan daerah lawan dengan kecepatan mendadak yang tinggi. Selain itu, mereka mampu menggunakan bermacam sarana dan kondisi medan yang sulit untuk melumpuhkan sasaran.
Dalam operasinya, Grup-2 mampu bertempur dengan taktik operasi Komando, Raid, Gerilya anti-Gerilya, dan mengambil bagian dalam operasi Lintas Udara, dan Amphibi. Kemampuan lain yang harus dimiliki anggota Grup-2 adalah kemampuan bela diri dari berbagai aliran. Ada Ju-jitsu, Tae Kwondo, Merpati Putih, Karate, dan lempar pisau.
Grup-3 Kopassus
yang berkedudukan di Cijantung adalah pasukan Sandi Yudha yang mampu melakukan infiltrasi dan eksfiltrasi ke daerah lawan dengan cara yang sangat tertutup untuk melaksanakan tugas pokonya. Sebagai satuan yang berintelektual tinggi dan bermental baja Sandi Yudha hidup dari sumber setempat dengan memanfaatkan potensi wilayah serta mampu melaksanakan pertempuran dengan kelompok kecil hingga perorangan.
Satuan-81 Kopassus
di Cijantung adalah satuan penanggulangna teror yang mampu melaksanakan operasi anti teror dari berbagai objek sperti gedung, Bus, Kapal, Kereta Api, hingga Pesawat Udara baik di daerah sendiri maupun di daerah lawan. Operasi penghancuran dan operasi penjinakan bahan peledak merupakan salah satu ciri khas Satuan-81 Kopassus yang terus menerus menmpa diri dengan latihan-latihan.
Kehandalan prajurit Kopassus dalam mengantisifasi tugas masa depan sangat ditentukan oleh wujud pendidikan dan latihan yang dilaksanakan secara sistematik dan berkesinambungan. Pusat pendidikan Latihan Pasukan Khusus atau Pusdipassus berada di Batujajar,Bandung adalah kawah Candradimuka yang membentuk prajurit Kopassus masa depan yang handal. Dari Pusat Pendidikan inilah dengan dukungan sarana yang memadai dan prajurit pelatih yang menerapkan disiplin baja diharapkan lahir prajurit-prajurit yang mahir dan handal. Ciri khas pendidikan Komando adalah para pelatih selalu konsisten dan adil bukan berdasarkan kepangkatan peserta didik melainkan karena semata-mata karena prestasi dan kemampuannya.
Prajurit Komando yang tanguh memerlukan manusia-manusia yang bersikap pantang menyerah, tabah dan ulet, memilki disiplin yang tinggi dan kejujuran serta keikhlasan sebagai ciri sikap Ksatria sejati. Latihan keras dalam bidang teknis kemilteran bertujuan untuk membentuk prajurit Komando yang cakap dan terampil dalam olah yudha dan memilki mental baja. Setelah menjalankan pendidikan Komando dan Spesialisasi dasar para prajurit Kopassus siap untuk ditempatkan di Grup-Grup Operasional untuk melaksanakan penugasan sesungguhnya.
Kopassus dengan motto "Lebih Baik Pulang Nama Dari Pada gagal Dalam Tugas" selalu meberikan pengabdian yang terbaik untuk Nusa dan Bangsa. Prajurit Kopassu telah mengharumkan nama Bangsa Indonesia di mata Internasional dengan berbagai prestasinya seperti pencapaian puncak gunung tertinggi di dunia Mount Everest, memecahkan rekor Asia dalam kerjasama di udara antar canopi (CRW) dengan formasi 17 penerjun bersusun tegak. Tantangan untuk selalu siaga mengamankan kedauulatan Bangsa tetap menghadang, Korps Baret Merah selalu siap hari ini dan hari esok, siang dan malam, jaya di darat laut dan udara. "Merah Baretku adalah Merah Darahku" yang siap tumpah membasahi bumi demi tetap tegaknya Sangsaka Merah Putih di pangkuan Ibu Pertiwi.